Dua Jam Di Sabtu Pagi

Dua Jam Di Sabtu Pagi

Waktu baca4 menit, 13 detik

Adalah seorang teman, Dhika Sadjad, yang saya kenal lewat sebuah kelas menulis pada akhir 2012 lalu, yang membuka jalan saya pada aktivitas volunteering. Dhika saat ini ikut mengelola sebuah organisasi bernama Indorelawan, yang menjembatani antara organisasi yang membutuhkan relawan dengan relawan yang ingin ikut serta dalam sebuah aktivitas maupun organisasi. Idealnya, saya ingin ikut kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas mengajar ataupun menulis. Akhir 2013, atas informasi dari Dhika, saya sempat mendaftar ke Sekolah Rumpin untuk menjadi pengajar umum. Sayangnya, niat ini belum bersambut, karena mereka lebih membutuhkan pengajar khusus, seperti pengajar musik.

Minggu lalu saat ngobrol-ngobrol di Coffeewar Kemang, Dhika mengabarkan bahwa Indorelawan akan melakukan kerja bakti di Yayasan Anyo Indonesia. Kegiatan kerja bakti meliputi menyapu, mengepel, mengelap kaca dan membersihkan kamar mandi dan bertempat di Rumah Anyo, rumah sementara untuk pasien kanker anak di Slipi, Jakarta Barat. Karena belum ada rencana untuk menghabiskan long weekend dan karena saya memang menyukai kergiatan bersih-bersih, saya menyanggupi untuk ikut serta.

Tidak semua orang mengerti kenapa saya menyanggupi ajakan itu. Saya sempat menceritakan tentang rencana akhir pekan saya itu kepada seorang sahabat dan ia berceletuk, “I don’t understand why you even agreed to do this.” Saya hanya membalas dengan tertawa kecil karena saat itu saya tidak tahu bagaimana harus menanggapi. Saya juga tidak begitu mengerti mengapa saya mau-maunya membersihkan kamar mandi umum tanpa dibayar. Saya hanya berpikir bahwa sudah lama saya ingin ikut kegiatan sukarela dan kebetulan ada kesempatannya. Sekecil apa pun kesempatan itu, ya saya coba manfaatkan.

Saya tiba di Rumah Anyo Sabtu pagi pukul 10.15, terlambat 15 menit dari jadwal semestinya akibat tersesat. Sesampainya di sana, saya langsung bergabung dengan Dhika untuk membersihkan kamar mandi. Selain saya dan Dhika, ada tiga orang lagi yang ikut kegiatan kerja bakti, yaitu Widhar, Fika, dan Bin. Mereka pun sudah mulai membereskan kamar, mengepel, dan mengelap kaca. Hanya ada satu orang yang biasanya mengurus kebersihan di Rumah Anyo, yaitu Mbak Ester, padahal bangunan bertingkat dua itu cukup luas.

Rumah Anyo memiliki kapasitas sebanyak 24 pasien dan setiap pasien wajib didampingi oleh satu anggota keluarga yang telah dewasa. Di lantai dasar, ada satu kamar besar, tiga kamar mandi, ruang bermain anak-anak, dan dapur. Sedang di lantai atas sebagian besar ruangannya dipakai sebagai kamar, selain itu ada juga musholla, ruang mencuci baju, dan tiga kamar mandi. Rumah ini digunakan para pasien kanker anak yang biasanya sedang menunggu mendapatkan kamar untuk perawatan kanker di rumah sakit. Keluarga yang tinggal dikenakan biaya Rp 5.000,00 per hari per keluarga, sudah temasuk biaya makan. Biaya itu dapat dibebaskan jika benar-benar tidak mampu. Hari itu, hanya ada satu keluarga pasien yang tinggal, sedangkan yang lain pulang kampung dan sudah mendapatkan kamar di RS. Pasien ini seorang anak perempuan yang kepalanya sudah tak lagi memiliki rambut, tersenyum malu-malu ketika saya sapa, lalu buru-buru ngumpet.

Sepanjang membersihkan kamar mandi, mau tidak mau terbayang keseharian keluarga pasien yang tinggal di rumah itu. Adik-adik ini mungkin tidak sempat mencapai cita-cita mereka, tidak sempat bermain-main seperti anak sebayanya, dan merasakan sakit yang lebih besar dari ukuran tubuh mereka. Saya membayangkan bagaimana para orang tua setiap hari mencemaskan anaknya yang mungkin tidak sempat mencapai usia pubertas, memikirkan soal biaya pengobatan, dan berharap sakit yang dialami anaknya bisa pindah ke tubuh mereka sendiri. Saya cukup tahu berdasarkan apa yang pernah saya alami sendiri, bahwa apa pun penyebabnya, menguburkan buah hati sendiri adalah salah satu hal paling menyedihkan yang bisa terjadi. Dan jika di antara semua himpitan perasaan itu mereka harus berada jauh dari rumah dan mandi di kamar mandi yang kotor, sungguh rasanya keterlaluan sekali.

Saya menemukan jawaban yang saya perlukan di sela-sela bau karbol yang memenuhi ruangan. Kebanyakan orang mungkin berpikir bahwa kecil sekali korelasi antara membersihkan kamar mandi dengan membantu anak-anak penderita kanker. Tapi, berdiam tanpa melakukan sesuatu jelas-jelas tidak memiliki korelasi apa pun dengan membantu anak-anak itu. Jadi, biarlah apa yang saya lakukan kemarin hanya punya dampak nol koma sekian persen, yang penting nol koma sekian persen itu tetap lebih besar daripada tidak ada. Toh, tak ada bantuan yang terlalu kecil untuk dilakukan.

Selang dua jam, pekerjaan kami selesai. Makan siang dengan menu tempe mendoan, lele goreng, dan sayur sop, sudah disuguhkan oleh pengurus. Kami berlima makan bersama dengan nikmat, karena lapar sehabis bekerja dan menunya memang pas dengan selera. Hari itu merupakan kali pertama saya berkenalan dengan Widhar, Fika, dan Bin, dan saya jadi lebih bersyukur karena kegiatan sukarela ini juga mendatangkan teman baru. Tepat sebelum kami berpamitan, datang seorang pasien anak dan orang tuanya dari Padang. Saya cukup lega membayangkan bahwa mereka bisa tinggal dengan nyaman di Rumah Anyo yang baru saja kami bersihkan.

Tak disangka, dua jam yang biasanya habis untuk sekedar mengelilingi mal atau nongkrong di kedai kopi ternyata bisa juga dihabiskan dengan penuh manfaat. Sudah lama rasanya tidak menghabiskan waktu untuk sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Sudah lama juga tidak melakukan pekerjaan tanpa hitung-hitungan rupiah yang akan didapat setelahnya. Semoga di pertemuan berikutnya bisa berkesempatan untuk mengobrol dan menghibur adik-adik yang ada di Rumah Anyo.

7 thoughts on “Dua Jam Di Sabtu Pagi

  1. i don’t know why…saya sangat enjoy baca blognya eka!
    sepertiiii…Anastha Eka 2.0 hahahaha x))

    i knew something different since i first met u Ka! cuma agak segan aja ngobrolnya….
    ur glasses and the way u talk creating an image that u fortify urself of me..
    *ngooook!

    so, pleaseeee…words more…;)

    (i’m on my way to sharpen my wooden pencil too :D, but i prefer crayons…it has colors..beyond grey actually…it’s like stop typing peppy!!)

    1. Peppy Palupi! Never thought you would come by and read this! Aku malu…hahaha! Do you write too? Don’t let Papi Jo make you busy until you have no time to write :p

  2. Waaooow….semacam menemukan belahan jiwa. Thank you sudah mampir ke blog saya…jadi saya bisa berkunjung kemari.

    Pengen tau juga soal indorelawan. Kapan kita ketemu? 🙂

    1. Hai, Ratna (betul kan ya?). Waaah maaf baru balas comment nya.. Aku akan email kamu tentang Indorelawan, ya. Dan ya, kita mesti ketemu kapan-kapan, mungkin bisa sambil trip bareng? 😉

  3. i thought u stop writing, i mean we all did, oping, me, you, our blog died for sometimes..we were busy chasing life, work, ideal, future plan, and here i am now reading your blog. i have no idea what happen to you since 2008, perhaps 2009. i heard about your baby and i felt terrible just hearing the news. i hope you moved on.
    how’s your life?how’s your family?let’s catch up sometimes..where the hell are u by the way?jakarta kah?lets hang out, i’ll ask oping to join us.

    1. Hi, Em!!! Truthfully, I did stop for a while. Life happened, well, shit happened. Then I realized that I need writing more than anything to keep me sane..hahaha… Yes, I’m in Jakarta and yes we SHOULD meet 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.